Minggu, 14 September 2008

PEREKAYASAAN LAPORAN KEUANGAN

PEREKAYASAAN LAPORAN KEUANGAN
Oleh: Dr. Gunarianto, SE., MSi

Selasa, 03-05-2007
Rp 3,39 T Duit di Sulsel Bermasalah
* Hasil Pemeriksaan untuk Pemakaian Anggaran 2005 dan 2006 * Terbesar Rekayasa Lelang di Luwu Utara Sebesar Rp 1,75 miliar *
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, mengumumkan hasil terbaru pemeriksaan pemakaian uang negara di sejumlah instansi negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia. Sudah 60 tahun BPK berdiri. Baru tahun ini BPK mencanangkan target audit semua APBD. Menkeu Sri Mulyani berkerut dahi. Dia heran, hingga 60 tahun BPK berdiri, hampir 400 Pemda belum bisa tuntas membuat laporan keuangan. Akibatnya, BPK tidak bisa memeriksa semua APBD dengan benar. Hal itu dia sampaikan dalam Seminar Sehari Pemeriksaan Sektor Publik di Jakarta Convention Center
KASUS DI SULSEL
Untuk kasus Sulsel, BPK menemukan Rp 3,39 triliun uang negara menguap dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. BPK merilis hasil pemeriksaan terbaru ini di Jakarta, Senin (2/5). "Temuan BPK ini dalam rangka menuju good governance (pemerintahan yang bersih). Tata kelola keuangan negara yang baik pada gilirannya akan meningkatkan perwujudan cita-cita reformasi yang diinginkan. Temuan ini merupakan bagian dari Rp 24,52 triliun uang negara di seluruh Indonesia yang tidak disetor ke kas negara. BPK melakukan pemeriksaan pada periode Juli hingga Desember 2006 atau tahun anggaran 2006.
Menurut BPK, sejumlah daerah di Sulsel berpotensi merugikan keuangan negara karena laporan keuangan mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Di Wajo misalnya, BPK menemukan adanya dana sebesar Rp 407,27 yang tidak dapat dimanfaatkan untuk dana asuransi kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan askeskin. BPK juga menemukan adanya kehilangan dana pada bagi hasil pertambangan gas bumi dari Energy Equity Epic (Sengkang) Pty Ltd sebesar Rp 9,77 miliar, dan dana perimbangan bagi hasil pajak TA 2006 sebesar Rp 1,67 miliar.
Di Luwu Utara, negara mengalami kerugian hingga Rp 1,75 miliar karena adanya rekayasa lelang jasa perhitungan aset daerah dan penyusunan neraca awal TA 2006. BPK juga menemukan pelaksanaan tiga kegiatan peningkatan jalan yang dilaksanakan dinas PU dan kimpraswil Bantaeng tidak sesuai kontrak dan merugikan negara Rp 1,20 miliar.
Temuan Lain, BPK juga menemukan beberapa dana yang tidak dipertanggunjawabkan. Misalnya pada tahun 2005 di delapan kementerian negara/lembaga di mana dana PNBP tak tersetor tercatat sebesar Rp 4,22 triliun. Demikian pula pada tahun 2006 ditemukan PNBP di enam kementerian negara/lembaga sebesar Rp 3,52 triliun. BPK juga menemukan adanya pemborosan dan penyelewengan dana di pos anggaran istana wakil presiden (wapres) sebesar Rp 7,42 miliar. Salah satunya, berasal dari adanya dugaan mark up hingga Rp 1 miliar pada biaya perjalanan wapres ke dalam dan luar negeri.
Namun, kata Anwar, temuan BPK ini tidak ada artinya karena
kurang mendapat respon pejabat. "Dari keseluruhan temuan, yang ditindaklanjuti hanya sekitar 38 persen. Hal ini terlihat pada hasil temuan BPK sebelumnya, dari 28.640 temuan yang ditindaklanjuti hanya 10.883 item," kata Anwar.
Anggota BPK, Baharuddin Aritonang, mengatakan, hasil pemeriksaan BPK sebagian sudah masuk di kepolisian, kejaksaan, atau komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk dijadikan bukti-bukti selanjutnya agar bisa dijadikan kasus pidana.
Di Indonesia penelitian mengenai rekayasa keuangan telah beberapa kali dilakukan (Kiswara, 1999; Sutanto, 2000; Gumanti, 2000; Surifah, 2001; Nugraheni & Sulistyanto, 2002; Sulistyanto & Prapti, 2003). Kiswara (1999) berhasil mengidentifikasikan bahwa organisasi publik melakukan rekayasa keuangan ketika mempublikasikan laporan keuangannya. Surifah (2001) membuktikan bahwa organisasi yang menderita kerugian melakukan rekayasa keuangan lebih besar dibandingkan organisasi yang memperolah keuntungan.
Rekayasa keuangan (earnings management) dengan penaikkan laba (income increasing) merupakan fenomena yang "logis" sebab manajer/ kepala daerah lebih superior dalam menguasai informasi dibandingkan pihak lain. Kesuperioran tersebut mendorong dan memotivasi manajer/ kepala daerah untuk bersikap oportunis dalam melaporkan kinerja organisasi/daerahnya yang diwujudkan dengan melakukan rekayasa keuangan, yaitu dengan mengakui pendapatan masa depan sebagai pendapatan sekarang dan biaya sekarang sebagai biaya masa depan (The timing of transactions). Rekayasa ini walaupun sulit terdeteksi, namun akan terbukti pada periode pasca pelaporan, yaitu terjadi penurunan kinerja yang cukup signifikan.
Untuk kasus di perusahaan, asimetri informasi (asymmetric information) dan ketidakpastian pada saat initial public offerings (IPO) terbukti mendorong sikap oportunis manajer (opportunistic behavior) (Teoh et al., 1997; 1998; Chambers, 1999; DuCharme et al., 2000; Beneish, 2001). Kondisi tersebut disebabkan minimnya informasi yang dikuasai investor dibandingkan manajer perusahaan. Kesuperioran manajer dalam menguasai informasi tersebut memang memberi kesempatan dan memotivasi manajer untuk melakukan rekayasa keuangan (earnings management). Secara konseptual rekayasa keuangan dapat dilakukan karena sistem akuntansi akrual (accrual accounting) memungkinkan kebijakan manajerial dalam pengakuan waktu dan jumlah pendapatan serta biaya (Teoh et al., 1997; DuCharme et al., 2000). Chambers (1999) mencatat bahwa sikap oportunis tersebut merupakan sikap curang (fraud) manajer yang dilakukan dalam melaporkan kinerja dengan tujuan untuk menyesatkan investor dalam menilai saham yang ditawarkan. Bukti empiris yang ada menunjukkan bahwa rekayasa keuangan mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham yang ditawarkan (Healy & Wahlen, 1998). Pada prinsipnya, rekayasa keuangan dilakukan dengan memilih prosedur akuntansi tertentu atau mengendalikan berbagai transaksi akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi aliran masuk (cash flow) (DuCharme et al., 2000). Secara konseptual., transaksi akrual bisa berwujud transaksi nondiscretionary accruals dan discretionary accruals. Teoh et al. (1997; 1998) menggunakan discretionary accruals ini sebagai ukuran rekayasa keuangan sebagai proksi sikap oportunis manajer ketika melakukan penawaran perdana yang dilakukan dengan pola penaikan laba (income increasing). Penggunaan accrual ini dilakukan dengan menggeser pendapatan masa depan (future earnings) menjadi pendapatan sekarang (current earnigs) dan biaya sekarang (current cost) menjadi biaya masa depan (future cost), sehingga laba pada periode penawaran dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibatnya, akan terjadi penurunan kinerja laba (underperformance) pasca penawaran, meskipun ada pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi (Jain & Kini, 1994).
Bukti yang ada menunjukkan bahwa penurunan kinerja sebagai akibat penggunaan discretionary accruals terjadi selama tiga tahun setelah penawaran (Teoh, et al., 1997). Bahkan untuk perusahaan yang menggunakan discretionary accruals secara agresif penurunannya lebih besar 20% dibandingkan perusahaan yang menggunakannya secara konservatif. Walaupun penggunaan discretionary accruals tidak saja dilakukan oleh perusahaan yang akan go public, namun perusahaan issuer (melakukan penawaran perdana atau go public) menggunakan discretionary accruals lebih tinggi dibandingkan perusahaan non issuer (tidak melakukan penawaran perdana) (Teoh et al., 1997).
Selama ini jarang ada media yang meliput kondisi suatu perusahaan/ pemerintah daerah selama tiga tahun terakhir (Teoh et al., 1997, 1998; DuCharme et al., 2000). Sehingga Pihak eksternal/ investor cenderung menyandarkan diri kepada prospektus untuk mengetahui informasi dan menilai perusahaan yang go public tersebut. Sedikitnya informasi yang tersedia menyebabkan investor cenderung menyandarkan diri pada informasi yang dicantumkan dalam prospektus. Minimnya informasi yang tersedia di pasar tersebut mendorong dan memotivasi manajer melaporkan informasi yang menguntungkan dengan mempercantik laporan keuangannya (fashioning accounting reports) melalui permainan akrual untuk mengatur tingkat laba yang dilaporkan (DuCharme et al., 2000). Upaya ini sebenarnya logis mengingat manajer berkeinginan menaikkan kesempatan untuk memperoleh issue fully subscribed. Kenyataan adanya hubungan antara informasi akuntansi dan harga ekuitas pada saat penawaran mengarahkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki dorongan untuk melakukan manipulasi kinerja yang dapat meningkatkan penerimaan melalui pengaturan tingkat laba yang dilaporkan (earnings management) (Teoh et al., 1997; 1998).
Current accounting regulation memang memungkinkan perusahaan yang melakukan penawaran perdana mengubah beberapa prinsip akuntansi melalui restatement yang berlaku surut dalam laporan keuangan yang ditunjukkan dalam prospektus penawaran (Richardson, 1998; Chambers, 1999; DuCharme, 2000). Hal ini memberi kesempatan kepada manajer untuk bersikap oportunis, yaitu memperbaiki profil laba akuntansi pada tahun fiskal sebelum dan pada saat penawaran (Teoh et al., 1997; 1998). Sikap oportunis ini direfleksikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing discretionary accruals. Rekayasa keuangan ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. The timing of transactions
2. The choice of allocation methods/ procedures
3. Classificatory smoothing between operating and non operating income
Apabila manajer menggunakan pemilihan metode akuntansi, maka kebijakan ini dengan mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan dalam prospektus. Sedangkan apabila dengan mengendalikan akrual, maka kebijakan ini sulit terdeteksi oleh pemakai prospektus tersebut. Sehingga manajer cenderung lebih memilih kebijakan rekayasa keuangan dengan mengendalikan transaksi akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi arus kas (cah flows) (Friedlan, 1994).
Disisi lain, dilihat dari sudut pandang akuntansi, ada dua keterbatasan investor dalam menginterprestasikan laporan keuangan, yaitu:
Pertama, kriteria penyajian elemen laporan keuangan yang rentan terhadap kebijakan manajer. Sehingga manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa kebijakan, sebab akuntansi memang memberikan peluang bagi manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara tertentu dan melibatkan subjektifitas dalam penyusun estimasi.
Kedua, tidak adanya observasi yang sempurna, mengingat tidak semua kebijakan manajer dapat diobservasi oleh investor (Dechow et al., 1995; Richardson, 1998). Kedua keterbatasan investor itulah yang memberi peluang bagi manajer untuk lebih bersikap oportunis dengan mengelola laba demi keuntungannya sendiri (moral hazard). Sikap oportunis tersebut sebenarnya merupakan sikap curang (fraud) manajer yang diimplikasikan dalam laporan keuangan pada saat penawaran perdana, walaupun pasca penawaran manajer tidak mampu lagi melanjutkan sikap curangnya yang tercermin dari penurunan kinerja perusahaannya (Beneish, 2001). Sehingga meski dalam jangka pendek perusahaan mampu mempertahankan kinerja yang dilaporkan dengan lebih tinggi tersebut (overperformance), dalam jangka panjang penurunan kinerja akan tetap terjadi (Espenlaub, 1999). Bahkan penurunan kinerja laba tersebut tetap terjadi meskipun terdapat pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi setelah penawaran tersebut (Jain & Kini, 1994).
Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan social organisasi (kinerja keuangan swasta/pemda). Pihak yang terlibat dalam laporan keuangan antara lain manajemen/kepala daerah, penyusun standar, profesi, pemerintah, badan Pembina pasar modal, akuntan public dan pemakai laporan keuangan lainnya. Sedangkan sarana-sarana yang membentuk struktur akuntansi misalnya peraturan pemerintah, standar akuntansi dan konvensi pelaporan.
Pengertian proses akuntansi dalam pelaporan keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan sarana-sarana pelaporan bekerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi keuangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan/ statement keuangan.
Perekayasaan akuntansi adalah sebagai proses pemikiran logis dan objektif untuk membangun suatu struktur dan mekanisme pelaporan keungan dalam suatu organisasi untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi tersebut. Perekayasaan akuntansi berkepentingan dengan pertimbangan untuk memilih dan mengaplikasikan ideologi, teori, konsep dasar, dan tehnologi yang tersedia secara teoritis dan praktis untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial organisasi. Proses perekayasaan akuntansi dapat dilukiskan dalam Gambar dibawah ini:
















Gambar 1
Proses Perekayasaan Pelaporan Keuangan

K















Proses perekayasaan laporan keuangan, bukan suatu upaya perseorangan (one-man show) tetapi merupakan upaya tim yang melibatkan berbagai pihak/kekuatan, mengingat perekayasaan tersebut merupakan suatu proses yang serius yang hasilnya akan berdampak luas dan jangka panjang. Telah disinggung sebelumnya bahwa pelaporan keuangan merupakan sarana atau wahana dalam pengalokasian sumber daya ekonomik. Oleh karena itu, badan legislatif pemerintah (dalam hal ini DPRD) mempunyai peran yang penting dalam hal ini mengingat rerangka konseptual mempunyai fungsi semacam undang-undang sebagai pengawasan. Untuk mencapai kualitas yang tinggi dan andal, proses perekayasaan biasanya dilakukan melalui tahap-tahap dan prosedur yang seksama dan teliti.
Jika proses perekayasaan telah selesai serta diaplikasikan, rerangka pedoman PABU telah ditentukan, dan secara operasional pelaporan keuangan telah berlangsung, maka semuanya akan bermuara pada kinerja organisasi pasca pelaporan tersebut. Berikut ini gambar 2 tentang struktur akuntansi: perekayasaan dan praktik:
Gambar 2 praktek perekayasaan keuangan

















Untuk praktik akuntansi dalam suatu organisasi, struktur tersebut menggambarkan pihak-pihak dan sarana-sarana yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh perekayasaan informasi keuangan dan saling berhubungan antara berbagai pihak dan sarana tersebut. Termasuk fungsi auditor/BPKP untuk menentukan kewajaran statement keuangan. Jadi, proses dan kegiatan di bawah PABU merupakan praktik pelaksanaan hasil perekayasaan di tingkat organisasi/Pemda/Pemkot dll.

Tidak ada komentar: